TANGERANG, (JN) – Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang Selatan, mencatat peningkatan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di sepanjang tahun 2022. Sejak Januari hingga Juni 2022 ada 129 kasus kekerasan dilaporkan oleh para korban.
Kepala P2TP2A Kota Tangsel, Tri Purwanto, menegaskan kenaikan jumlah kasus kekerasan itu, terdata di semester pertama tahun 2022 dibanding tahun 2021 lalu. Hal itu, kata Tri, karena pemahaman masyarakat yang meningkat untuk berani mengadukan kejadian yang dialami korban.
“Dibanding tahun lalu ada kenaikan. Sekarang ini masyarakat sudah tahu ada OPD P2TP2A, karena pemberitaan-pemberitaan. Akhirnya mereka berani mengadukan kasus apapun kekerasan yang terjadi pada anak dan perempuan,” ungkap Tri Purwanto, Kepala P2TP2A Tangsel, dikonfirmasi, Senin (25/7/2022).
Menurut Tri, dengan adanya saluran pelaporan masyarakat ke P2TP2A tersebut, masyarkat khususnya korban kata Tri, menjadi lebih berani menceritakan kasus-kasus kekerasan yang dia alami itu.
“Karena kita mendampingi, mau mereka lapor polisi kita dampingi, mau dia cuma pelayanan konseling kita berikan. Apalagi yang kita lakukan semuanya gratis, jadi mereka datang sendiri,” ungkap Tri.
Dari data P2TP2A Tangsel, tersebut, angka kekerasan terbanyak terjadi di bulan Januari dan Juni, masing-masing sebanyak 25 kasus.
“Dengan rentang usia antara 0-17 tahun sebanyak 59 kasus dan rentang usia 25-59 tahun sebanyak 45 kasus,” ucapnya.
Tri menjelaskan, P2TP2A Tangsel, tidak fokus terhadap upaya pencegahan kekerasan yang terjadi terhadap anak-anak dan perempuan. Tetapi lebih memfasilitasi trauma korban dan upaya pendampingan terhadap korban.
“Kalau sosialisasi tetap dilakukan oleh Dinas, terutama dibidang Perlindungan Perempuan dan Anak mereka tetap melakukan sosialisasi tentang pencegagan kekerasan. Kalau mengalami kekerasan dan tidak berani bicara, silahkan hubungi kami, jadi kita fasilitasi. Kalau mereka tidak berani bicara, takut aib dan segala macam, mereka bisa hubungi kita,” ungkap dia.
Tri menekankan, agar para korban kekerasan mesti berani untuk mengadukan kejadian kekerasan yang dialaminya. Meski, biasanya korban merasa malu, takut dan sebagainya.
“Kalau mengalami, mereka harus berani lapor. Karena masalahnya mereka malu dengan keluarga, tapi kejiawaan mereka juga nanti akan terganggu. Karena bisa jadi yang tadinya korban, dia itu pelaku karena pengalaman dia di masa lalu, jadi harus berani,” ucap Tri.