JAKARTA – Sebanyak 102 orang buruh mantan pekerja PT Yooshin Indonesia kembali menyuarakan suaranya, dengan mengajukan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Yooshin Indonesia. Permohonan tersebut, dilayangkan lantaran pihak termohon belum memenuhi hak ratusan pegawai tersebut, kendati telah mendapatkan peringatan dari Ketua Pengadilan Negeri Serang.
“Permohonan tersebut telah terdaftar dalam Perkara Nomor:117/ Pdt.Sus PKPU/2022/ PN. Niaga di Pengadilan Niaga Jakarta pada 13 Mei 2022 lalu,” ungkap Jumadi, salah satu Kuasa hukum para Buruh kepada awak media, kemarin.
Langkah tersebut dilakukan, kata Jumadi lantaran PT Yooshin Indonesia dinilai tidak memiliki itikadi baik dalam memenuhi HAK para buruh yang sebelumnya mengalami Pemutusan Hak Kerja (PHK).
Sebelumnya, lanjut Jumadi sejumlah mantan pekerja PT Yooshin Indonesia tersebut sudah melalui proses persidangan di Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Serang terkait pemenuhan pesangon, sebagai dampak dari PHK yang dialami.
“Hasil dari persidangan, menyatakan PT Yooshin Indonesia harus membayar pesangon sebanyak dua kali dari jumlah ketentuan, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai yang diatur di Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,” terangnya.
Jumadi menuturkan, bahwa dari hasil Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Serang: 109/PDT.Sus-PHI/2020/PN.SRG pada 25 Januari 2021, PT Yooshin Indonesia harus membayar sebesar Rp10.051.772.256,97. Namun, sejak keputusan tersebut memiliki ketetapan hukum PT Yooshin dinilai belum memenuhi kewajibannya terhadap ratusan buruh yang di-PHK.
“Perlu diketahui bahwa para buruh sendiri telah berupaya, salah satunya dengan melayangkan surat somasi kepada PT Yooshin Indonesia. Usaha lain yang juga telah ditempuh adalah melakukan upaya eksekusi lelang terhadap aset/harta kekayaan milik PT. Yooshin Indonesa.Sayangnya, langkah tersebut turut mendapatkan hambatan, lantaran aset perusahaan menjadi jaminan /agunan Bank Woori Bersaudara,” jelas Jumadi.
Selanjutnya, berkaca dari berbagai upaya yang telah dilakukan sebelumnya, para buruh mengajukan permohonan agar Badan Pengawas Mahkamah Agung Republik Indonesia melakukan pengawasan secara intensif dalam mengawasi proses pemeriksaan Perkara di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Ditempat yang sama, Rusly Agustine, perwakilan para buruh dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta mengatakan, pihaknya menyadari bahwa dirinya dan rekan – rekan buruh lainya hanyalah rakyat kecil. “Kami menyadari bahwa kami hanyalah rakyat kecil yang tiada daya ketika berhadapan dengan Pemodal yang memiliki cukup uang dan kami sangat khawatir Perusahaan berupaya untuk mempengaruhi hasil putusan Majelis hakim,” ujar
Rusly mengaku khawatir jika hasil keputusan pengadilan saat ini akan turut berdampak kepada masa depan mereka. Sebab, para buruh yang di-PHK tergolong pekerjua tua yang beranggapan sulit diterima di perusahaan lainnya.
Dalam perjuangannya menuntu HAK, Rusly mengatakan jika pihaknya telah kehilang dua rekan di antara ratusan buruh lainnya. Salah satunya, adalah koordinator para buruh, Munawir.
“Selanjutnya kami hanya bisa berharap, semua pihak, yang mulia majelis hakim yang memeriksa perkara ini, melihat secara jernih dan obyektif terkait perkara kami, ” imbuh Rusly.
Mewakili para buruh lainnya, Rusly mengaku menggantungkan harapannya kepada hukum dan keadilan. Ia juga berharap, agar kalangan pemerintah lainnya turut memberikan perhatian kepada perkara ini. Sehingga keputusan dapat diambil secara obyektif dan para buruh menerima HAK-nya.